Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah. Ya itulah yang dialami bu Ratmi. Nadia, tak pernah menyukai ibunya. Ia selalu uring-uringan. Ia ingin seperti teman-temannya yang pulang pergi diantar pakai mobil. Tapi, apalah daya, tangan tak sampai. Ia bukanlah anak dari seseorang yang berada. Ia anak dari seorang janda tua yang pekerjaannya hanya menjadi pemulung. Ia menyesal, kenapa ia terlahir dari seorang ibu miskin seperti ibunya.
Bu Ratmi mencoba menuruti semua permintaan anaknya itu. Suatu saat Nadia ingin pesta ulang tahunnya di rayakan seperti teman-teman yang lainnya. Di sebuah gedung mewah dan kue tart yang tinggi. Mengenakan gaun yang indah serta aneka makanan lezat. Bagaikan pungguk merindukan rembulan. Rasanya mustahil sekali jika ia bisa merayakan ultahnya semewah itu.
“pokoknya Nadia nggak mau tau, bagaimanapun caranya”, paksanya kepada ibunya.
“pokoknya Nadia nggak mau tau, bagaimanapun caranya”, paksanya kepada ibunya.
Setiap hari Nadia merengek. Ulang tahunnya kurang satu minggu lagi. Ia terus menekan ibunya. Ibunya sering menangis karena bingung harus berbuat apa untuk memenuhi kemauan anaknya yang satu itu. Air susu dibalas air tuba. Tak pernah ada rasa terima kasihnya terhadap ibu yang membesarkannya. Nadia tak pernah mau mengerti keaadaan, ia selalu menuntut terhadap ibunya. Ibunya juga sering ia dorong sampai jatuh jika tak mau menuruti kemauannya.
“nak, ibu ndak punya unag buat itu semua”, ujarnya lesu. Namun Nadia tak pernah mau mengerti.
Karena Nadia tetap memaksa, sang ibu pun banting tulang setiap hari untuk mengumpulkan uang buat ulang tahun Nadia. Ia ingin membahagiakan anaknya, ia ingin Nadia bangga terhadapnya karena mempunyai seorang ibu yang suka bekerja keras.
Hari ulang tahun Nadya semakin dekat. Nadia terus mendesak ibunya. Saat pulang dari memulung, pintu rumah terkunci rapat. Nadia menguncinya dari dalam. Ia tak mengizinkan ibunya masuk. Ia tak akan membukakan pintu jika besok tak ada pesta ulang tahun yang mewah untuknya.
“nak, bukakan pintunnya. Ibu kedinginan di luar”, pinta bu Ratmi. Hujan mulai turun, dan ia kebasahan. Perutnya sangat lapar, belum lagi dinginnya hujan menusuk kuli-kulit rentanya. Kepalanya agak sedikit pusing, ia berjalan terhuyung-huyung di tengah-tengah hujannya malam.
Pagi-pagi seseorang mendatangi rumah bu Ratmi. Nadia pikir ibunya. Ternyata bukan. Seorang laki-laki setengah tua, mengajak Nadia untuk ikut dengannya. Dengan penuh keheranan, ia mengikuti orang tersebut. Orang tersebut membawa Nadia ke sebuah hotel dengan mata ditutup. Lelaki itu menuntunnya memasuku sebuah ruangan. Dan saat di buka penutup mata Nadia, ia terkejut senang saat melihat ruangan itu telah didekorasi dengan penuh balon, dan kue tart bersusun tiga. Nadia begitu senang, ia menari-nari mengelilingi kue tart. Nampak wajah iba pada lelaki itu.
Lelaki itu kemudian memanggil Nadia, ia memberikan sebuah surat untuk Nadia. Ternyata dari ibunya. Ibunya berpesan, ia harus jaga diri baik-baik. Lelaki itu menceritakan bahwa, bu Ratmi telah mendonorkan jantungnya untuk istrinya. Dan sebagai imbalannya, lelaki itu harus membuatkan pesta ultah yang meriah untuk anaknya. Entah mengapa air mata Nadia tiba-tiba menetes…
Cerpen Karangan: Yuni Maulina
Blog: yuni-maulina.blogspot.com
Facebook: yuni Lindsey
Blog: yuni-maulina.blogspot.com
Facebook: yuni Lindsey
0 komentar:
Posting Komentar